Sebagai orang yang hidup di masa kini dan memiliki masa depan, adalah
sebuah keharusan bagi kita untuk membuat perencanaan dalam berbagai
aspek kehidupan.Ada beberapa faktor mendasar yang menyebabkan seseorang
menjalani hidup tanpa perencanaan.
Faktor pertama adalah tidak adanya keluarga atau figur yang diteladani.
Apabila seseorang melihat ayah atau ibunya (bahkan saudara-saudaranya)
hanya sekedar menjalani hidup tanpa pernah membuat perencanaan, ia pun
akan mulai terkondisikan untuk sekedar menjalani hidup belaka. Tapi akan
berbeda jika ia memiliki orangtua atau saudara yang ‘well-planned'
(merencanakan segala sesuatu dengan matang dan rapi).
"Orang yang gagal membuat perencanaan adalah orang yang sedang merencanakan kegagalannya sendiri."
Dengan sendirinya ia akan mulai membuat perencanaan untuk memastikan
agar perkembangan yang diharapkan dapat tercapai di waktu-waktu
mendatang.Selain faktor keluarga, ada pula faktor komunitas (orang-orang
yang memberi pengaruh di sekitar kita).
Jika seseorang bergaul dengan orang-orang yang hanya menjalani hidup
belaka, tanpa disadari pola pikir, filosofi dan cara hidup dari
orang-orang di sekelilingnya biasanya akan mulai mempengaruhi orang yang
bersangkutan. Itu sebabnya, sangat penting untuk memperhatikan dengan
siapa kita bergaul, karena jika kita sungguh-sungguh ingin meraih
kesuksesan, perencanaan adalah sesuatu yang sifatnya wajib. Apabila kita
rela bersusah-payah membangun dan merencanakan hidup kita pada saat
ini, di kemudian hari kita justru akan menikmati seluruh usaha dan kerja
keras kita. Karena itu, pastikan Anda terus belajar untuk membuat
perencanaan dalam setiap aspek kehidupan dengan teratur dan rapi. Anda
tidak akan pernah menyesali rancangan tersebut.Faktor ketiga adalah
faktor mentalitas.
Mereka yang memiliki keluarga atau bergaul dengan orang-orang yang hanya
sekedar menjalani hidup, tanpa sadar akan memiliki konsep pikir, pola
hidup, filosofi dan mentalitas sebagai seorang survivor belaka. Dengan
kata lain, keinginan dan mentalitas untuk meraih sesuatu tidak ada lagi
dalam diri mereka. Orang-orang seperti ini tidak akan bisa hidup di
tengah tekanan dan tantangan, sehingga tanpa disadari, perlahan tapi
pasti ia akan mulai tergeser dari area persaingan yang ada.
Orang seperti ini biasanya mudah sekali menjadi down, karena -di sisi
lain- tidak ada orang yang tidak ingin menjadi lebih baik. Masalahnya,
menjadi lebih baik dalam hidup ini tidak akan terjadi dalam sekejap
mata. Dibutuhkan usaha, disiplin diri, kerja keras serta perencanaan
yang harus dijalani dengan baik dan konsisten. Contohnya, setiap orang
pasti menghadapi tantangan atau tekanan tertentu di tempat kerja.
Biasanya, orang-orang yang hanya menjalani hidup semata tidak akan
pernah betah berada di sebuah pekerjaan/perusahaan yang menetapkan
target atau memberikan tekanan tertentu. Ia akan lebih memilih untuk
tinggal di zona nyaman. Sebagai akibatnya, ia akan mulai tergeser dari
persaingan yang ada dan pada akhirnya tidak mampu bertahan.Faktor
keempat adalah kondisi hati; di mana ini merupakan faktor yang sangat
penting. Bagi orang-orang tertentu yang pernah membuat perencanaan dan
mengalami kegagalan, trauma dan kefrustrasian dapat menjadi sebuah
penghalang.
Selama kondisi hati seperti ini tidak ditanggulangi, biasanya
orang-orang tersebut tanpa sadar akan terkondisikan untuk hanya
menjalani hidup sebagaimana adanya. Kalaupun ada orang lain yang
berusaha untuk memacu dirinya, ia akan cenderung untuk terus mengingat
kembali kegagalannya di masa lalu, sehingga ia tidak memiliki daya
dorong yang dibutuhkan untuk mengambil langkah baru. Seandainya orang
yang bersangkutan mau menanggulangi kefrustrasian, trauma dan perasaan
gagal yang selama ini menguasainya, ia akan bisa membuat perencanaan
bagi hidupnya, sehingga pada akhirnya ia dapat menjadi bagian dari
orang-orang sukses.Sebenarnya, ada banyak orang yang memiliki kemampuan
yang cukup baik untuk membuat perencanaan. Sayangnya, kemampuan
merencana yang baik itu tidak didukung oleh drive atau daya dorong untuk
mewujudkan rencana tersebut, sehingga pada akhirnya rencana hanya
tinggal rencana. Seringkali penyebabnya adalah karena orang yang
bersangkutan cenderung memiliki mentalitas yang menginginkan segala
sesuatunya sudah tersedia sehingga ia tinggal melangkah.
Orang yang memiliki mentalitas ‘cari gampang' seperti ini tidak mau
mencari tahu apa yang harus dilakukan untuk mengembangkan kapasitasnya.
Kalaupun ia berusaha, ia ingin langsung melihat hasil usahanya pada hari
yang sama. Sebagai akibatnya, jika ia tidak mendapati hasil yang
diharapkan, apa yang sudah ia rencanakan hanya akan tertinggal di atas
kertas belaka - tidak terwujud dalam tindakan nyata. Dalam hal ini, mau
tidak mau mentalitas dan pola pikir orang yang bersangkutan harus diubah
terlebih dahulu.Jika seseorang memiliki komunitas yang kurang mendukung
dan mentalitasnya belum terbangun untuk membuat perencanaan, orang
seperti itu seperti berada dalam ‘lingkaran setan'; ia tidak memiliki
faktor pendukung, tekad yang besar, kemampuan untuk merencana, atau
persiapan apapun.
Untuk bisa meninggalkan hal-hal negatif tadi dan membuat perencanaan
untuk meraih sukses, hal pertama yang dibutuhkan adalah mentor. Ketika
ada seseorang yang bisa menjadi mentor dalam hidupnya, ia akan bisa
menerima arahan dan dibawa melewati suatu proses persiapan. Melalui
hal-hal ini, tekad dan kesungguhan untuk melangkah akan menjadi jauh
lebih mudah dibangun.
Dengan demikian, meskipun ia tidak berada di lingkungan yang kondusif,
setidaknya ia memiliki seseorang yang mengharapkan dan terus mendukung
dia untuk menjadi berhasil. Selama masih ada helping hand, masih ada
harapan bagi orang yang berada dalam ‘lingkaran setan', asalkan orang
yang bersangkutan bersedia menyambut helping hand itu. Selama masih ada
orang yang mau menolong -dan orang yang ditolong mau meresponi dengan
baik- akan selalu ada hasil.
Seringkali seseorang mendapati 1 fase dalam hidup ini di mana Tuhan ikut
campur tangan dengan cara mengirimkan orang lain untuk menolong
dirinya. Ketika ia tidak meresponinya dengan baik, kesempatan itu
berlalu dan akhirnya penyesalan lah yang timbul. Karenanya, pastikan
Anda terus belajar meresponi setiap pertolongan yang datang. Mungkin
pertolongan itu kadang kala menyinggung ego atau harga diri kita, tetapi
pada akhirnya pertolongan itu akan menolong diri kita sendiri.
Indikator penguji
Ada beberapa indikator yang dapat digunakan untuk menguji apakah
perencanaan yang kita buat sudah cukup baik. Yang pertama, apakah
perencanaan tersebut sudah cukup detil dan sistematis? Semakin detil dan
sistematis perencanaan yang kita buat, semakin baik perencanaan
tersebut.Indikator yang kedua adalah perencanaan yang jauh ke depan;
bukan hanya sekedar dari hari ke hari, melainkan untuk 1 atau 2 tahun ke
depan, atau (minimal) setengah tahun ke depan. Ketika kita mengetahui
apa yang akan dicapai setengah tahun ke depan, dengan sendirinya
langkah-langkah yang akan kita ambil setiap hari (minggu, bahkan bulan)
akan menjadi sangat sistematis dan detil.Indikator ketiga, apakah
perencanaan itu cukup realistis?
Sebuah perencanaan yang tidak realistis secara otomatis akan berakhir
pada kegagalan. Lalu, indikator terakhir dari perencanaan yang baik
adalah perencanaan yang ‘rangkap' - dengan kata lain, jika plan A gagal,
kita memiliki plan B. Semua orang bisa membuat perencanaan. Selama ia
tahu dengan pasti apa yang ingin dicapai, ia hanya perlu belajar
memahami langkah-langkah untuk menggapai apa yang ingin diraihnya.
Ketika ia mulai melakukan langkah-langkah tersebut, tanpa disadari
sebenarnya ia sedang membuat perencanaan.
Semua manusia punya kemampuan untuk membuat perencanaan. Tuhan
menganugerahkan otak yang dilindungi oleh tempurung kepala yang sangat
keras dengan tujuan agar kita bisa mempergunakan otak untuk
merencanakan/merancang apa yang ingin kita raih di waktu mendatang.
Contoh yang paling sederhana dalam membuat perencanaan adalah ibu-ibu
rumah tangga yang membuat planning menu selama seminggu ke depan. Contoh
lainnya yang seringkali alpa dilakukan dan membawa efek negatif di
kemudian hari adalah perencanaan dalam menggunakan uang. Jika kita tidak
membuat perencanaan dengan baik, maka gaji sebulan bahkan THR yang baru
kita terima dapat habis hanya dalam seminggu. Padahal, jika kita bisa
membuat perencanaan dengan baik dan tidak lupa menabung, pengelolaan
keuangan kita pasti akan lebih teratur dan terencana.
Contoh yang lain lagi adalah dalam hal keluarga. Pasangan muda yang baru
menikah biasanya tidak merencanakan kapan mereka akan memiliki anak.
Dengan adanya desakan dari orangtua atau keluarga, biasanya mereka
memilih untuk cepat-cepat memiliki anak. Padahal, memiliki anak di jaman
sekarang juga berarti peningkatan dalam hal pengeluaran, apalagi dengan
bertambahnya usia anak. Kita pasti tidak ingin menyekolahkan anak di
sekolah yang ‘asal-asalan'. Masalahnya, sekolah yang baik tidak ada yang
murah. Itu berarti, kita harus membuat perencanaan dari awal: apakah
secara ekonomi kita sudah cukup mapan untuk mempunyai anak, atau apakah
anak kita sudah cukup siap untuk mendapatkan adik? Tanpa perencanaan
yang baik, ini semua justru akan menjadi beban bagi kita sendiri, dan
kondisi perekonomian pun tidak kunjung menjadi mapan karena banyaknya
tanggungan yang harus dipikul sementara pemasukan kita masih
terbatas.Inilah yang sering menjadi alasan mengapa banyak orang masih
menjalani kehidupan yang begitu-begitu saja, atau bahkan lebih buruk,
ditambah dengan adanya inflasi, resesi dan krisis ekonomi yang semakin
memberatkan.
Saya pribadi sudah menikah selama 8 tahun, tapi saya baru memiliki 1
orang anak. Bukan karena kami tidak bisa atau tidak mau, tetapi karena
kami merencanakannya. Saya menghendaki anak saya lahir ketika kondisi
perekonomian kami sudah lebih mapan sehingga kami tidak akan ‘terbebani'
oleh anak kami, dan di sisi lain anak kami pun tidak akan
terlunta-lunta.
Faktor penyebab kegagalan
Ada 5 hal yang dapat menyebabkan seseorang gagal melaksanakan rencana
yang disusunnya. Yang pertama adalah kurangnya tekad dan kekonsistenan.
Setelah membuat perencanaan, orang yang bersangkutan harus belajar
mendisiplin diri sendiri untuk melakukan setiap langkah yang sudah ia
rencanakan dengan detil dan konsisten, sehingga apa yang dilakukannya
dapat terus mengalami peningkatan. Tanpa tekad, konsistensi dan
disiplin, kita tidak akan pernah bisa melihat sebuah rencana terwujud
dalam realita.Penyebab kedua adalah kurangnya persiapan. Kadang kala
kita sudah merencanakan sesuatu dengan baik, tapi gagal di tengah jalan
karena tidak adanya persiapan.
Penyebab ketiga adalah kurangnya dukungan dari orang-orang terdekat,
seperti suami atau isteri, anak-anak maupun keluarga. Kadang, kurangnya
dukungan bisa melemahkan fighting spirit yang kita miliki sehingga
membuat kita gagal meraih rencana.
Yang keempat adalah mentoring. Seringkali seseorang gagal mewujudkan
rencana karena ia tidak memiliki mentor yang bisa memberi arahan,
menolong untuk menetapkan langkah-langkah persiapan ataupun menerapkan
pendisiplinan pribadi atas hidup orang yang bersangkutan.Penyebab yang
terakhir adalah campur tangan Tuhan, seperti yang terdapat dalam istilah
‘Manusia merencana, Tuhan juga yang menentukan'. Itu sebabnya, kita
perlu terus belajar membangun kerohanian dan keimanan kita, sehingga
campur tangan Tuhan bisa terus nyata dalam hidup kita. Mungkin orang
menyebutnya sebagai keberuntungan, namun sesungguhnya keberuntungan itu
sendiri merupakan pekerjaan Tuhan yang Ia lakukan secara diam-diam.Jenis
mentalitas yang dibutuhkan untuk mencapai apa yang kita rencanakan
adalah kekonsistenan dan fighting spirit - diperlukan adanya driving
force yang tidak akan padam oleh situasi dan kondisi di sekitar kita.
Selain itu juga dibutuhkan tekad yang besar, sehingga apa yang sudah
kita rencanakan akan bisa terwujud. Untuk bisa membangun mentalitas
seperti ini amat diperlukan peran seorang mentor, apalagi jika keluarga
kita tergolong orang-orang yang sekedar menjalani hidup belaka, sehingga
tidak ada figur yang bisa kita teladani guna mengadopsi semangat dan
tekadnya. Dengan adanya seorang mentor yang sudah terbukti berhasil,
kita bisa dengan mudah terinspirasi untuk meniru keberhasilan dan apa
yang ia lakukan dalam meraih pencapaian tersebut.
Selain itu, kita juga membutuhkan adanya orang-orang maupun resources
yang bisa memberikan input inspirasional dalam hidup kita. Selanjutnya,
kita membutuhkan komunitas yang mendukung. Dengan adanya ketiga hal ini,
akan jauh lebih mudah untuk membangun dan memiliki mentalitas seorang
pejuang, sehingga apapun yang kita rencanakan pasti bisa terwujud.
Perencanaan yang ideal
Untuk memastikan apa yang kita rencanakan dapat selalu terwujud, ada
beberapa hal penting yang perlu diperhatikan:Pertama, kita perlu
mengenali posisi atau keberadaan kita yang sekarang, serta goal atau
tujuan yang ingin dicapai. Tanpa mengetahui dengan pasti kondisi dan
tujuan yang ingin diraih, perencanaan yang kita buat akan sia-sia,
karena tidak ada kejelasan mengenai goal dan titik awal untuk mulai
melangkah.Kedua, kita harus bersikap realistis; jangan membuat
perencanaan yang muluk atau berlebihan. Buatlah perencanaan serealistis
mungkin.Yang ketiga, pastikan kita melakukan perencanaan sedetil dan
sesistematis mungkin.
Semakin detil perencanaan kita, peluang perwujudan rencana tersebut
menjadi semakin besar.Keempat, kita perlu membuat beberapa perencanaan
dengan tujuan yang sama - inilah yang disebut sebagai ‘perencanaan
rangkap.'Kelima, pastikan kita memiliki orang-orang yang dapat memberi
input atau masukan kepada kita guna mencapai rencana tersebut.
Semakin banyak orang yang menolong dan mempertajam kita dalam
perencanaan yang kita buat, semakin baik rencana tersebut. Bicara
tentang perencanaan yang ideal, alangkah baiknya jika kita membuat
perencanaan setiap 6 bulan, tapi tujuan besar yang ingin kita raih
minimal harus direncanakan untuk 3 atau 5 tahun ke depan.
Sementara itu, tujuan besar yang ingin kita raih tersebut harus mulai
di-break down dengan apa yang ingin kita raih setiap tahun atau setiap 6
bulan. Hal ini akan menolong untuk mengevaluasi apakah perencanaan kita
berjalan sesuai dengan yang direncanakan, atau justru sebaliknya.
Sebenarnya, selama kita bisa membuat perencanaan serealistis, sedetil
dan sesistematis mungkin -apalagi jika kita membuat perencanaan setiap 3
atau 6 bulan dan perencanaan tersebut di-break down lagi menjadi per
bulan atau per 2 minggu- akan jauh lebih mudah untuk mengevaluasi apakah
perencanaan yang kita buat sudah berjalan dengan baik.
Pastikan Anda merencanakan hidup Anda dengan baik, karena perencanaan
yang baik akan menghasilkan kesuksesan yang baik juga. Orang yang gagal
membuat perencanaan adalah orang yang sedang merencanakan kegagalannya.
Sumber :
http://artikelbisnispemula.blogspot.com/2009/11/perencanaan-untuk-meraih-sukses.html#more